Riwayat Pendiri dan Pencipta Persaudaraan Setia Hati Winongo | Sedulur Tunggal Kecer



RIWAYAT KI NGABEHI SURO DIWIRYO

1869 Ki Ngabehi Soerodiwirjo (nama kecilnya
Masdan) lahir pada hari Sabtu Pahing.
Beliau merupakan keturunan dari Bupati Gresik-Surabaya.
Ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo
sebagai Mantri Cacar Ngimbang (Lamongan) yang
mempunya 5 (lima) putera yaitu:
1. Ki Ngabehi Soerodiwirjo (Masdan)
2. Noto ( Gunari ), di Surabaya
3. Adi ( Soeradi ), di Aceh
4. Wongsoharjo, di Madiun
5. Kartodiwirjo, di Jombang
Saudara laki-laki dari ayahnya bernama R.A.A.
Koesoemodinoto menjabat sebagai Bupati Kediri.
Seluruh keluarga ini adalah keturunan dari Batoro
Katong di Ponorogo, Putra Prabu Brawijaya
Majahapit. 1883 Pada saat itu tersebut Ki Ngabehi
Soerodiwirjo lulus sekolah rakyat 5 tahun (umur
14 tahun). Selanjutnya beliau ikut Üwonya”Mas
Ngabehi Soeromiprojo, yang menjabat sebagai
Wedono Wonokromo, kemudian pindah dan
menjabat lagi sebagai Wedono Sedayu-Lawas,
Surabaya.
1884 Pada tahun tersebut beliau telah berumur 15
tahun dan magang menjadi Juru Tulis op het
Kantoor van de Controleur van Jombang. Sambil
belajar mengaji beliau belajar Pencak-Silat yang
meupakan dasar dari kegemaran beliau untuk
memperdalam Pencak-Silat dimasa-masa
berikutnya.
1885 Pada tahun berikutnya, dimana usia beliau
telah menginjak 16 tahun, beliau magang di kantor
Kontrolir Bandung, dan dari sini beliau belajar
Pencak-Silat dari Pendekar-pendekar Prinangan,
sehingga didapatlah jurus-jurs seperti:
1. Cimande
2. Cikalong
3. Cipetir
4. Cibeduyut
5. Cimelaya
6. Ciampas
7. Sumedangan



1886 Pada usia 17 tahun beliau pindah ke Betawi
(Jakarta), dan disana beliau memanfaatkan untuk
memperdalam Pencak-Silat, akhirnya sampai
menguasai jurus-jurus seperti:
8. Betawen
9. Kwitang
10. Monyetan
11. Permainan Toya (Stok spel)
1887 Pada usia 18 tahun beliau ikut Kontrolir
Belanda ke Bengkulu, disana beliau belajar
Pencak-Silat yang mana gerakannya mirip seperti
jurus-jurus di daerah Jawa Barat. Pada
pertengahan tahun tersebut beliau ikut Kontrolir
Belanda pindah ke Padang, dan tetap bekerja
pada bidang pekerjaan yang sama. Di darah
Padang Hulu dan Padang Hilir, beliau tetap
memperdalam pengetahuannya di bidang Pencak-
Silat, dimana gerakannya berbeda bila
dibandingkan dengan permainan Pencak-Silat dari
daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Di darah yang baru ini, Pencak Silat
merupakan salah satu permainan kegemaran
rakyat dan merupakan kebudayaan rakyat
setempat.
Selanjutnya beliau berguru kepada seorang
pendekar dan guru ilmu kebatinan yang bernama
Datuk Raja Betua, dari kampung Alai, Kecamatan
Pauh, Kota Padang. Pendekar ini merupakan guru
beliau yang pertama kali di daerah Sumatra Barat.
Datuk Raja Betua mempunyai seorang kakak
yang bernama Datuk Penghulu, dan adiknya
bernama Datuk Batua, dimana ketiganya adalah
pendekar-pendekar yang termasyur dan dihormati
masyarakat.
1897 Pada umur 28 tahun beliau jatuh cinta
kepada seorang gadis Padang. Puteri dari seorang
ahli kebatinan yang berdasarkan agama Islam
(Tasawuf). Untuk mempersunting gadis ini beliau
harus memenuhi bebana, dengan menjawab
pertanyaan dari gadis pujaannya yang berbunyi
“SIAPAKAH SESUNGGUHNYA MASDDAN” dan
“SIAPAKAH SESUNGGUHNYA SAYA INI ?” (gadis
pujaan itu ?). Karena beliau tidak dapat menjawab
pertanyaan tersebut berdasarkan pikirannya
sendiri, maka beliau berguru kepada seorang ahli
Kebatinan yang bernama Nyoman Ida Gempol.
Adalah seorang Punggawa Besar dari Kerajaan
Bali yang di buang Belanda ke Sumatra (Padang),
dan di kenal dengan nama Raja Kenanga Mangga
Tengah (Bandingkan dengan nama Desa Winongo
– Madiun – Tengah – Madya).
Kemudiaan pada tahun yang sama beliau belajar
Pencak-Silat kepada Pendekar Datuk Raja Betua,
selama 10 (sepuluh) dan memperoleh tambahan
jurus-jurus dari daerah Padang, yaitu:
1. Bungus (uit de haven van Teluk Bayur)
2. Fort de Kock
3. Alang – Lawas
4. Lintau
5. Alang
6. Simpai
7. Sterlak
Sebagai tanda lulus beliau mempersembahkan
pisungsun yang berupa Pakaian Hitam komplit.
Selanjutnya, Ilmu Kebatinan yang diperoleh dari
Nyoman Ide Gempol dipersatukan dengan
Pencak-Silat serta Ilmu Kebatinan yang didapat
dari Datuk Raja Betua, dimana oleh Ki Ngabehi
Soerodiwirjo digabungkan menjadi Ilmu dari
PERSAUDARAAN “SETIA-HATI” WINONGO
MADIUN.
PERkimpoiAN Akhirnya bebana yang diminta gadis
pujaan beliau dapat dijawab, dengan
menggunakan ilmu dari Persaudaraan “Setia-Hati”
tersebut diatas. Dengan demikian beliau berhasil
mempersunting gadis Padang, putri dari seorang
ahli Tasawuf. Dari perkimpoian ini, beliau belum
berhasil mendapatkan keturunan.
1898 Pada usia 29 tahun, beliau bersama istrinya
pergi ke Aceh, dan bertemu adiknya (Soeradi)
yang menjabat sebagai Kontrolir DKA di Lho
Seumawe.
Di daerah ini beliau mendapatkan jurus::
1. Jurus
2. Kucingan
3. Jurus Permainan Binja
Pada tahun tersebut, guru beliau Guru Besar Raja
Kenanga Mangga Tengah O.G. Nyoman Ide
Gempol diizinkan pulang ke Bali. Ilmu beliau dapat
dinikmati oleh Saudara-saudara “S-H” dengan
suatu motto: “GERAK LAHIR LULUH DENGAN
GERAK BATIN” “GERAK BATIN TERCERMIN OLEH
GERAK LAHIR”
1900 Ki Ngabehi Soerodiwirjo kembali ke Betawi
bersama isteri, dan beliau bekerja sebagai Masinis
Stoom Wals. Kemudian Ki Ngabehi Soerodiwirjo
bercerai, dimana Ibu Soerodiwirjo kembali ke
Padang, dan beliau pindah ke Bandung. 1903
Beliau kembali ke Surabaya dan menjabat
sebagai Polisi Dienar hingga mencapai pangkat
Sersan Mayor. Di Surabaya beliau dikenal
keberaniannya dalam memberantas kejahatan.
Kemudian beliau pindah ke Ujung, dimana sering
terjadi keributan antara beliau dengan pelaut-
pelaut asing 1903 Beliau mendirikan Persaudaraan
“SADULUR TUNGGAL KECER – LANGEN MARDI
HARDJO” pada hari Jum’at Legi 10 Syuoro 1323 H.
PERkimpoiAN KE II 1905 Untuk kedua kalinya
beliau melangsungkan perkimpoian dengan Ibu
Sarijati yang saat itu berusia 17 tahun, dan
diperoleh putera dari perkimpoiannya sebanyak 3
(tiga) orang putera dan 2 (dua) orang puteri,
dimana semuanya meninggal sewaktu masih
kecil..
1912 Beliau berhinti dari Polisi Dienar bersamaan
dengan meluapnya rasa kebangsaan Indonesia,
yang dimulai sejak tahun 1908. Beliau kemudian
pergi ke Tegal dan ikut seorang paman dari
almarhum saudara Apu Suryawinata, yang
menjabat sebagai Opzichter Irrigatie.
1914 Beliau kembali lagi ke Surabaya dan bekerja
pada D.K.A. Surabaya. Selanjutnya beliau pindah
ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan menetap di
Desa Winongo Madiun.
1917 Persaudaraan “DJOJOGENDOLO CIPTO
MULJO” diganti nama menjadi Persaudaraan
“SETIA-HATI” Madiun.
1933 Beliau pensiun dari jabatannya dan menetap
di desa Winongo Madiun.
1944 Beliau memberikan pelajaran yang terakhir di
Balong Ponorogo (Saudara Koesni cs dan
Soerjatjaroko) Kemudian beliau jatuh sakit dan
akhirnya wafat pada hari Jum’at Legi 10
November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24
tahun 1364 H), di rumah kediaman beliau di
Winongo. Dimakamkan di Pesarean Winongo
dengan Kijing batu nisan granit, serta dikelilingi
bunga melati. “SEMOGA ARWAH BELIAU
DITERIMA DISISI TUHAN YANG MAHA ESA”
Sehabis pemakaman dibacakan ayat Suci Al
Qur’an oleh Bapak Naib Jiwan untuk memenuhi
pesan terakhir Ki Ngabehi Soerodiwirjo sebelum
wafat dan diambilkan ayat “Lailatul
Qadar” (Temurunnya Wahyu Illahi)
CATATAN:
ada wahyu yang loncat dan akan temurun pada
waktunya.
PESAN BELIAU SEBELUM WAFAT ADALAH:
1. Jika saya sudah pulang ke Rachmatullah
supaya saudara-saudara “Setia-Hati” tetap
bersatu hati, tetap rukun lahir bathin.
2. Jika saya meninggal dunia harap saudara-
saudara “S-H” memberi maaf kepada saya
dengan tulus-iklas. Saya titip ibunda Nyi
Soerodiwirjo selama masih di dunia fana ini.
Surat Yasin ayat 1 : Yasien Yasien “Allah saja
yang mengetahui maksudnya”
Surat Yasin ayat 58: Salaamun Qaulam mir Rabir-
Rahiem “Selamat Sejahtera itulah seruan Allah
Yang Maha Pengasih”.
Sejarah PSHT 1922
Ada beberapa versi sejarah pendirian PSHT
(persaudaraan setia hati terate),ada yang tertulis
tahun 1922,tahun 1948,bahkan tahun 1951, konggres
pertama SH TERATE pun tidak begitu jelas,ada
sumber yang mengatakan tahun 1948,ada juga
sumber yang mengatakan 1952.
PSHT pertama kali didirikan oleh Ki hadjar Hardjo
Utomo,namun namanya kala itu adalah SH PSC.
Sebenarnya waktu itu( ditahun 1922) Ki ngabehi
suro Diwiryo tidak mengijinkan beliau untuk
mendirikan SH PSC,namun ki hadjar hardjo utomo
tetap nekad mendirikan SH PSC
Kenapa ki Ngabehi Suro Diwiryo Tidak
mengijinkan,ini dikarenakan adanya perbedaan
ideologi antara Khi ngabehi Suro Diwiryo dengan
ki hadjar hardjo utomo.
MENURUT PANDANGAN:
1.Ki Ngabehi Suro Diwiryo
... SH bkn tempat wadah perjuangan bangsa untuk
pencapaian kmerdekaan,ttpi perkumpulan pencak
silat &tdk mmbdakn SARA.
2.Hardjo Oetomo:
-SH adl sarana menggalang persatuan and alat
prjuangn pncapaian merdeka.
.:Karena perbedaan tsb Hardjo Utomo mundur dr
SH dan ijin kpd Eyang Suro utk mndirikan SH
MUDA,tapi oleh Eyang Suro tidak diberi jawaban
alias tidak direstui.Karena Eyang Suro mengtahui
bhw di Pilangbango diadakn ltihan pencak
silat,maka SH MUDA dicap oleh Eyang Suro sbg
SH MERAH/SH KOMUNIS, SHM bersiasat mngbh
nma mnjdi SH Pencak Sport Club(brgulir thn
1922).
Masalah terjadi dgn Belanda krn kt “PENCAK”
tsb,akhirnya brgnti lagi mnjdi SH SPORT CLUB.
Seiring dengan perkembangan,maka lama lama
SH Sport Club mengalami kepunahan.
Ditahun 1951,Bpk.Santoso Kartoatmodjo dan
Bpk.Soetomo Mangkoedjojo yang merupakan
murid dari Ki hadjar Hardjo Utomo
mengkoordinasikan kembali saudara saudara
sepuh SH PSC untuk membentuk perguruan baru
yang bernama PSHT(Persaudaraan Setia Hati
Terate).
Dalam pembentukan PSHT tersebut disusunlah
kepengurusan PSHT sebaga berikut :
Ketua Umum : Bpk.Soetomo Mangkoedjojo
<p>Sekretaris : Bpk. R.Soemadji</
p><p>Bendahara : Bpk.R.Bambang Soedarsono</
p><p>Dewan Pelatih : Bpk. Santoso Kartoatmodjo
(KETUA)</p><p>Bpk. Mochamad Irsad</
p><p>Bpk. Harsono</p><p>Bpk. Hardjo
Pramudjo</p><p>Bpk. Badini</p>Bpk. Oemar
Karsono
Ditahun 1964 di Pusat Setia Hati Terate terjadi lagi
‘ ke-vaccum-an kepengurusan’ dengan banyaknya
para pengurusnya yang tidak bisa aktif, bahkan
banyak yang terpaksa harus mengundurkan diri
karena alasan ‘pengaruh politik’ yang baru
memanas waktu itu ( biarpun didalam
persaudaraan sudah di ikrarkan dengan bulat
bahwa persaudaraan yang kekal dan abadi adalah
yang utama dengan tidak membeda-bedakan dan
mempersoalkan agama, ras keturunan dan politik
yang di anut masing-masing warganya ).
Puncaknya adalah tahun 1965 s/d 1966,dimana
waktu itu banyak pinisepuh PSHT yang terlibat
dengan partai terlarang.
Dalam perkembangannya PSHT mengalami
kemajuan pesat pada era Imam Soepangat,di era
beliau organisasi PSHT banyak mengalami
reformasi. disatu sisi perkembangan sangat
pesat,karena penerimaan anggota sangat mudah
dan pengangkatan menjadi warga PSHT tidak
begitu berat,sehingga anggota PSHT menjadi
sangat banyak,namun sangat disayangkan mulai
kepemimpinan Imam Soepangat PSHT mulai
sering terjadi kericuhan dengan organisasi silat
lain. diantaranya adalah PSHW Tunas
Muda,bahkan di era tahun setelah orde
reformasi,PSHT sering bermasalah dengan
perguruan silat diluar rumpun SH,diantaranya
IKSPI,PAGAR NUSA, JUJITSU,CEMPAKA PUTIH
dll.ini dikarenakan adanya ambisi PSHT untuk
menguasai perguruan perguruan silat yang
lain..Bahkan akhir akhir inipun PSHT bermasalah
dengan ormas islam yaitu BANSER(N.U).inilah
yang sangat dikuatirkan,jika hal ini akan dibiarkan
terus menerus akan merusak citra atau nama
baik SH (setia-hati).
Setia Hati Organisasi 1932
Sebagai organisasi berdiri pada tanggal 22 Mei
1932 di Semarang, Jawa Tengah, dengan nama
Setia Hati yang merupakan perwujudan ikrar
bersama sejumlah khadang SH dari Semarang,
Magelang, Solo, Yogyakarta dan lain-lain, atas
prakarsa saudara tua SH Munandar Harjowiyoto
dari Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Karena terdiri
dari sejumlah kadhang SH, maka disebut dengan
nama Setia Hati Organisasi (SHO), yaitu orang-
orang SH yang berorganisasi. Hadir pada waktu
itu 50 saudara SH dan utusan-utusan, antara lain
Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman,
Suripno, Sutardi, Hartadi, Sayuti Melok (R Sudarso
Wirokusumo, 1979 : Stensilan). Karena Ki Ngabei
Surodiwiryo tidak dapat hadir dalam undangan
tersebut, maka dipilihlah Munandar Harjowiyoto
sebagai ketua Mental Spiritual ke-SH-an, tetapi
jalan sejarah menjadi lain, ia terpaksa
meninggalkan Semarang (kedudukan Pengurus
Besar SHO di tahun 1933) untuk merawat ibunya
yang sudah tua dan baru ditinggal wafat suami.
Persaudaraan Setia Hati (SHO) didirikan pada
waktu benih kebangsaan (nasionalisme Indonesia)
mulai tersebar luas dan diresapi oleh rakyat
Indonesia, meskipun tidak disenangi oleh kolonialis
Belanda. Kegiatan partai-partai yang mencita-
citakan kemerdekaan sangat dibatasi bahkan
dilarang. Tokoh-tokoh pergerakan yang dianggap
membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia,
banyak yang di tangkap dan dipenjarakan
(dibuang) ke Digul, Irian Barat. Akan tetapi, kaum
nasionalis Indonesia tetap berjuang dan bergerak
terus-menerus dengan berbagai cara, illegal
maupun legal untuk mempersiapkan rakat
memasuki fase perjuangan kemerdekaan dengan
segala konsekwensinya.
Jikalau parta-partai politik yang terang-terangan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dilarang,
maka dicarilah bentuk-bentuk organisasi yang
lebih lunak yang tidak dilarang oleh pemerintah
kolonialis Belanda, yang tetap dapat memelihara
dan makin menyalakan api kemerdekaan yang
terdapat di hati rakyat, meskipun secara
terselubung. SHO merupakan salah satu bentuk
organisasi perjuangan tersebut, suatu organisasi
olah raga dan persaudaraan yang masih tidak
dilarang, dengan mempunyai Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga yang tidak berbau
politik.
Sebenarnya para pendiri SHO waktu itu, dari hati
sanubari mereka bergolak cita-cita politik dan
menginginkan kemerdekaan tanah air dan
bangsanya. Panca Dharma dan kalimat-kalimat
serta rumusan-rumusan yang tercantum dalam
Anggaran Dasar SHO dengan rapi dan lihai
membungkus cita-cita kemerdekaan nasional
bangsa Indonesia, sekaligus merintis character
dan nation building secara samar (di mata
pemerintah kolonial Belanda), akan tetapi jelas
dan tegas dihati kaum nasionalis Indonesia.
Karena perjuangan tidak dapat diketahui atau
diramalkan kapan akan selesai, maka dituntut
keberanian berkorban, keberanian menderita dan
kalau perlu juga keberanian bertempur mati-
matian, maka warga SHO digembleng lahir
bathinnya dan diperlengkapi dengan senjata
pencak SH yang tangguh. Bahwa dalam setiap
perjuangan diperlukan persatuan yang kokoh dan
kuat, maka SHO berusaha untuk dapat menjadi
wadah dan esuh persaudaraan di antara para
anggotanya, sehingga jiwa persatuan dan rasa
bersaudara terjelma akrab. Kiranya tidak tanpa
maksud, jikalau para anggota SHO saling
memperlakukan diri mereka sebagai broeders dan
mungkin juga sebagai wapen broeders yang
terikan erat oleh sumpah mereka masing-masing
pada waktu memasuki Persaudaraan Setia Hati,
apabila pihak Belanda dapat mencium maksud
dan tujuan organisasi-organisasi perjuangan
terselubung, semacam SHO waktu itu, maka
pastilah SHO tidak akan panjang umurnya. Oleh
karena itu, maka untuk masuk dalam
Persaudaraan Setia Hati diperlakukan semacam
penyaringan yang ketat melalui sistem kandidat
yang berat dan lama, sebelum orang tersebut
dapat diterima menjadi saudara. Rasa anti
penjajahan walaupun tidak diindoktrinasikan,
menjiwai para warga SHO. Perjuangan politik
secara gerilya yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial Belanda menjadi pengetahuan umum dan
disadari akan bahayanya dikalangan SHO, maka
kerahasiaan cita-cita SHO yang sebenarnya harus
dijaga dengan penuh kewaspadaan dan kesetiaan.
Gerak langkah, perilaku dan budi pekerti tiap
warga SHO dapat menjadi jaminan bahwa SHO
akan berhasil ikut mengantarkan bangsanya
memasuki fase perjuangan kemerdekaan yang
dicita-citakan oleh patriot Indonesia.
Sementara itu, permintaan untuk dapat diterima
menjadi saudara SH di luar Semarang terus
bertambah, antara lain di Mataram Yogyakarta.
Juni 1936 di Magelang, Jawa Tengah, diadakan
Leiders Conferentie untuk memurnikan kembali
jurus-jurus SH yang mengalami penyimpangan
dari aslinya. Tahun 1938 atas hasil musyawarah di
Semarang, Pengurus Besar SHO dipindahkan ke
Yogyakarta dan Alip Purwowarso dipilih sebagai
Ketua.
Sesudah bangsa Indonesia benar-benar memasuki
fase perjuangan fisik dalam revolusi
kemerdekaan, akibat proklamasi 17 Agustus 1945,
maka kerahasiaan perjuangan SHO tidak penting
lagi. Suatu fase baru dalam taktik perjuangan,
merebut dan mempertahankan proklamasi
kemerdekaan, telah pecah menjadi clash
bersenjata secara terbuka, para warga SHO
menjadilah pejuang-pejuang kemerdekaan,
mendharmabhaktikan diri di segala medan
perjuangan menurut bakat dan kemampuan
masing-masing.
Sesudah rakyat Indonesia mempunyai
pemerintahan sendiri yang merdeka dan
berdaulat, membangun negara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila, perjuangan nasional
menjadi makin berat. Revolusi yang multi-
kompleks ternyata meminta banyak pengorbanan.
Di bidang diplomasi dan militer masih memerlukan
waktu bertahun-tahun. Para warga SHO, seperti
para warga Indonesia lainnya yang mencintai
kemerdekaan dan yang berjuang untuk
kelestarian negara Republik Indonesia, juga
mengalami ujian dan tantangan yang sama,
merasakan suka dukanya perjuangan di berbagai
bidang. Yang selamat berhasil melihat Republik
Indonesia menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat, yang kemudian diakui oleh seluruh
dunia. Yang kurang beruntung, gugur dalam
membela cita-citanya sebagai pahlawan ataupun
pejuang yang tak dikenal namanya, menghias Ibu
Pertiwi. Sebagian lagi yang terlibat dalam
perjuangan di medan pertempuran menghadapi
musuh-musuh, dengan senjata seadanya
(tombak, keris, atau bahkan hanya dengan bambu
runcing), mengajarkan pencak SH kepada teman-
teman seperjuangan yang bukan warga SHO,
melanggar sumpah SH-nya demi kepentingan
nasional yang dinilai berada di atas segala-
galanya (seperti yang diajarkan juga oleh SHO).
Pada tanggal 18 Mei 1948 di Solo, terbentuklah
organisasi nasional pencak silat bernama Ikatan
Pencak Silat Indonesia (IPSI), melibatkan saudara-
saudara SH sebagai pelopor berdirinya IPSI
bersama 15 orang tokoh-tokoh pencak silat yang
antara lain dari aliran Minangkabau (Sumatra
Barat) diwakili oleh Datuk Ahmad Madjoindo,
aliran Sunda (Jawa Barat) diwakili oleh Surya
Atmaja dan sisanya saudara-saudara SH antara
lain Munandar Hardjowiyoto, Rahmad Suronagoro,
R Mariyun Sudirohadiprojo dan lain-lain serta Mr
Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K
(Depdikbud).
Dalam konggres SHO ke-10 di Semarang, tahun
1954, Munandar Harjowiyoto dipilih sebagai Ketua
Umum dan oleh konggres ditetapkan sebagai
lambing, meskipun pada mulanya menolak, pada
akhirnya diterima. Sesudah Munandar Harjowiyoto
menjadi Ketua Umum, cara anname atau keceran
diubah, maju selangkah, yaitu penjelasan sebelum
dikecer boleh dikatakan bersifat umum atau
terbuka (sebelumnya hanya didengar oleh calon
saudara baru dan saksi) dengan mengundang
beberapa tokoh masyarakat dan undangan
lainnya. Tanpa orientasi kepada masyarakat luas
yang serba majemuk, kiranya tidak akan
memperlancar tujuan SHO yang amat luhur dan
mulia untuk diketahui bahwa ajaran atau falsafah
SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan tetapi
suatu upaya pendidikan dalam membentuk
manusia utuh yang berbudi pekerti luhur.
Kemudian pada tahun 1972, pada konggres ke-13
di Yogyakarta, menetapkan keputusan dengan
kesepakatan bahwa nama SHO berubah menjadi
Persaudaraan Setia Hati. Perubahan nama
tersebut merupakan pernyataan Ketua Umum
Konggres, Munandar Harjowiyoto yang
menyatakan bahwa para khadang Persaudaraan
SHO tidak lagi mengenal garis pemisah antara
para khadang serumpun SH dan persaudaraan
SHO menjadilah SH saja tanpa O (organisasi),
kembali ke sumber. Pertimbangan yang diambil
oleh Mubes adalah karena adanya Pengurus
Besar, Pengurus Daerah dan Anggaran Dasar /
Anggaran Rumah Tangga, sudah cukup jelas
menandakan adanya organisasi. Sekaligus untuk
meyakinkan para rumpun SH lainnya, khususnya
para khadang SH Winongo, bahwa SHO telah
menghapus atau mencabut adanya garis pemisah
yang tajam antara SHO dan SH Winongo dan
lainnya.
Tanggal 27 Januar 1979,
Munandar Harjowiyoto meninggal dunia dan
dimakamkan di Ngambe, Ngawi, Jawa Timur.
Almarhum Munandar Harjowiyoto meninggalkan
pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa
Indonesia, yang telah sering didengar yaitu, ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso,
tut wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang
khadang SH yang mendapat kepercayaan harus
berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh
yang baik.

Komentar